Friday, February 18, 2011

Permentan No 11 Tahun 2009

PERATURAN MENTERI PERTANIAN
NOMOR 11/PERMENTAN/OT.140/2/2009
TENTANG
PERSYARATAN DAN TATACARA TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP
PENGELUARAN DAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA ORGANISME PENGGANGGU
TUMBUHAN KARANTINA DARI SUATU AREA KE AREA LAIN
DI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN,

Menimbang: a. bahwa kondisi geografis wilayah negara Republik Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan terpisah oleh laut menjadikan rintangan alami penyebaran organisme penggangu tumbuhan karantina ke atau dari suatu area ke area lain;

b. bahwa dengan meningkatnya mobilitas manusia dan barang di dalam wilayah negara Republik Indonesia dapat menjadi peluang penyebaran organisme penggangu tumbuhan karantina ke atau dari suatu area ke area lain;

c. bahwa area yang bebas dari berbagai jenis organisme pengganggu tumbuhan karantina di wilayah negara Republik Indonesia perlu dipertahankan;

d. bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, dan untuk menindaklanjuti Pasal 38

Pasal 38 dari PP 14-2002
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pelaksanaan tindakan Karantina Tumbuhan terhadap pemasukan dan pengeluaran Media Pembawa dari suatu Area ke Area lain dalam wilayah Negara Republik Indonesia ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan, dipandang perlu menetapkan Persyaratan Dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pengeluaran Dan Pemasukan Media Pembawa Organisme Penggangu Tumbuhan Karantina Dari Suatu Area Ke Area Lain Di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);

3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on the Establishment of the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdanganan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran negara Nomor 3564);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196);

8. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu;

9. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005;

10. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;

11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 469/Kpts/HK.310/8/2001 tentang Tempat-tempat Pengeluaran dan Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina;

12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/7/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007;

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/9/2005 tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/2/2007;

14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Jenis-Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 271/Kpts/HK.310/4/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Tertentu oleh Pihak Ketiga;

16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/HK.060/3/2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penetapan Instalasi Karantina Tumbuhan Milik Perorangan atau Badan Hukum;

17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/5/2006 tentang Pelaksanaan Tindakan Karantina Tumbuhan Di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran;

18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Persyaratan Tambahan Karantina Tumbuhan;

19. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 508/Kpts/PD.520/8/2004 tentang Klasifikasi Media Pembawa OPTK;

20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;

Memperhatikan: 1. ISPM Nomor 4 (1995): Requirement For The Establishment Of Pest Free Areas;

2. ISPM Nomor 22 (2005): Requirement For The Establishment Of Areas Of Low Pest Prevalence;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA TUMBUHAN TERHADAP PENGELUARAN DAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN KARANTINA DARI SUATU AREA KE AREA LAIN DI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Karantina tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau ke luarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan dan/atau menyebabkan kematian tumbuhan.

3. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina yang selanjutnya disebut OPTK adalah semua OPT yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

4. Organisme Penggangu Tumbuhan Penting yang selanjutnya disebut OPTP adalah OPT selain OPTK, yang keberadaannya pada benih tanaman yang dilalulintaskan dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan secara ekonomis terhadap tujuan penggunaan benih tanaman tersebut dan ditetapkan oleh Menteri untuk dikenai tindakan karantina tumbuhan.

5. OPTK Golongan I adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan.

6. OPTK Golongan II adalah OPTK yang dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan.

7. Media Pembawa OPTK dan/atau OPTP yang selanjutnya disebut Media Pembawa adalah tumbuhan dan bagian-bagiannya dan/atau benda lain yang dapat membawa OPTK dan/atau OPTP.

8. Tumbuhan adalah semua jenis sumberdaya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah.

9. Benda lain adalah antara lain sarana pengendalian hayati, biakan organisme, tanah, kompos, pupuk organik, atau media pertumbuhan tumbuhan lainnya, dan vektor.

10. Tindakan Karantina Tumbuhan selanjutnya disebut tindakan karantina adalah tindakan yang dilakukan Petugas Karantina Tumbuhan berupa tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan dan/atau pembebasan terhadap media pembawa.

11. Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan yang selanjutnya disebut AROPT adalah suatu proses untuk menetapkan bahwa suatu OPT merupakan OPTK atau OPTP serta menentukan syarat-syarat dan tindakan karantina yang sesuai untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPT tersebut.

12. Alat angkut media pembawa adalah semua alat transportasi darat, air maupun udara yang dipergunakan untuk melalulintaskan media pembawa.

13. Tempat pemasukan atau tempat pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai tempat untuk memasukan dan/atau mengeluarkan media pembawa.

14. Barang kiriman adalah barang muatan (kargo) atau kiriman pos yang akan diantarareakan dalam wilayah negara Republik Indonesia.

15. Barang bawaan adalah barang selain barang kiriman yang dibawa langsung oleh pemilik yang akan diantarareakan dalam wilayah negara Republik Indonesia, antara lain berupa barang tentengan dan/atau bagasi.

16. Instalasi Karantina Tumbuhan yang selanjutnya disebut Instalasi Karantina adalah tempat beserta segala sarana yang ada padanya yang digunakan untuk melaksanakan tindakan karantina.

17. Area adalah meliputi daerah dalam suatu pulau, atau pulau, atau kelompok pulau di dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran Organisme Pengganggu Tumbuhan 18. Area asal adalah area di mana media pembawa berasal dan atau area di mana media pembawa tersebut memperoleh status kesehatannya 19. Alat angkut media pembawa adalah semua alat transportasi darat, air maupun udara yang dipergunakan untuk melalulintaskan media pembawa.

20. Pemilik media pembawa yang selanjutnya disebut pemilik adalah orang atau badan hukum yang memiliki media pembawa dan/atau yang bertanggung jawab atas pemasukan atau transit media pembawa.

21. Petugas Karantina Tumbuhan adalah Pejabat Fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan yang bekerja pada Instansi Karantina Tumbuhan.

22. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh Petugas Karantina Tumbuhan yang menyatakan bahwa tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari OPTK serta telah memenuhi persyaratan karantina tumbuhan yang ditetapkan dan atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan.

23. Wabah atau eksplosi adalah serangan OPT yang sifatnya mendadak, populasinya berkembang sangat cepat dan menyebar luas dengan cepat.

24. Area yang mempunyai risiko tinggi adalah area yang mempunyai potensi kuat sebagai tempat yang menjadi sumber penyebaran OPT.

Pasal 2

(1) Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan tindakan karantina oleh Petugas Karantina Tumbuhan terhadap pengeluaran dan pemasukan media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan bagi perorangan atau badan hukum dalam mengeluarkan dan/atau memasukan media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

(2) Tujuan pengaturan ini untuk mencegah menyebarnya organisme pengganggu tumbuhan dan memberikan kepastian dalam pelaksanaan tindakan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan ini meliputi:
1. Persyaratan;

2. Tata cara tindakan karantina terhadap pengeluaran dan pemasukan media pembawa dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia;

3. Tindakan karantina terhadap media pembawa yang berasal dari luar negeri untuk diantar areakan; dan

4. Pungutan jasa karantina.

BAB II
PERSYARATAN

Pasal 4

(1) Setiap media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, wajib:

a. dilengkapi sertifikat kesehatan tumbuhan dari area asal bagi tumbuhan dan bagian-bagiannya, kecuali media pembawa yang tergolong benda lain;

b. melalui tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan

c. dilaporkan dan diserahkan kepada Petugas Karantina Tumbuhan di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area yang tidak bebas ke area lain yang bebas dari OPTK.

Pasal 5

Setiap media pembawa yang dibawa atau dikirim dari suatu area yang tidak bebas ke area lain yang bebas dari OPTK selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dapat dikenakan kewajiban tambahan.

Pasal 6

(1) Kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dikenakan apabila dalam suatu keadaan yang ditetapkan berdasarkan hasil AROPT dinilai memiliki potensi yang dapat mengakibatkan terjadinya penyebaran OPT.

(2) Kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. persyaratan teknis; dan/atau
b. persyaratan kelengkapan dokumen.

(3) Ketentuan mengenai persyaratan teknis dan/atau persyaratan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pasal 7

(1) AROPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) terhadap pengeluaran dan pemasukan media pembawa dilakukan oleh Petugas Karantina Tumbuhan dan hasilnya disahkan Kepala Badan Karantina Pertanian berdasarkan rekomendasi Tim AROPT.

(2) Tim AROPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

BAB III
TATA CARA TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PENGELUARAN DAN PEMASUKAN MEDIA PEMBAWA
DARI SUATU AREA KE AREA LAIN DI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Pertanian menugaskan secara tertulis kepada Petugas Karantina Tumbuhan untuk melakukan tindakan karantina.

(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, penahanan, penolakan, perlakuan, pemusnahan dan/atau pembebasan.

Pasal 9

(1) Petugas Karantina Tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) melakukan tindakan pemeriksaan.

(2) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemeriksaan administratif dan pemeriksaan kesehatan.

Pasal 10

(1) Pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, keabsahan dan kebenaran isi dokumen persyaratan.

(2) Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) untuk mendeteksi dan mengidentifikasi adanya OPTK pada media pembawa.

(3) Pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara visual dan secara laboratoris

Pasal 11

(1) Apabila setelah dilakukan tindakan pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ternyata:

a. bukan media pembawa, tidak dilakukan tindakan karantina;

b. merupakan media pembawa yang pemasukannya dikenakan tindakan pengasingan dan pengamatan, dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan;

c. merupakan jenis-jenis media pembawa yang dilarang untuk diantarareakan, dilakukan tindakan penolakan.

(2) Apabila setelah dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), ternyata media pembawa:

a. tidak bebas dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan perlakuan;

b. tidak bebas dari OPTK Golongan I, busuk atau rusak, dilakukan tindakan penolakan;

c. bebas dari OPTK, dilakukan tindakan pembebasan.

Pasal 12

(1) Tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b dilakukan terhadap media pembawa dengan menempatkan di suatu lokasi yang terisolasi sehingga apabila terdapat OPTK tidak menyebar ke lingkungan sekitar.

(2) Tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama waktu tertentu untuk mendeteksi kemungkinan adanya OPTK yang karena sifatnya memerlukan waktu lama, sarana dan kondisi khusus.

(3) Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain suhu, iklim, dan ketinggian tempat.

Pasal 13

Apabila setelah dilakukan tindakan pengasingan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, ternyata media pembawa:

a. tidak bebas dari OPTK Golongan I, busuk dan/atau rusak, dilakukan penolakan;

b. tidak bebas dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan perlakuan; atau

c. bebas dari OPTK atau setelah dilakukan tindakan perlakuan dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan pembebasan.

Pasal 14

(1) Tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari OPTK Golongan II.

(2) Tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara fisik dan/atau kimiawi.

(3) Apabila setelah dilakukan tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) media pembawa dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan pembebasan.

(4) Apabila setelah dilakukan tindakan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) media pembawa tidak dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II, dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 15

Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dilakukan terhadap media pembawa:
a. tidak memenuhi kewajiban tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;
b. tidak bebas dari OPTK Golongan I, busuk atau rusak;
c. merupakan jenis-jenis media pembawa yang dilarang untuk diantarareakan;atau

d. setelah dilakukan tindakan perlakuan tidak dapat dibebaskan dari OPTK Golongan II.

Pasal 16

(1) Apabila media pembawa dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya surat penolakan oleh pemilik belum dibawa ke luar dari tempat pengeluaran atau pemasukan, dilakukan tindakan pemusnahan.

(2) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara mengubur, membakar, menghancurkan atau cara lain sehingga media pembawa tidak dapat lagi menjadi sumber penyebaran OPTK.

Pasal 17

Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilakukan terhadap media pembawa yang tidak dilarang untuk diantarareakan, memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dan bebas OPTK.

Bagian Kedua
Tindakan Karantina Terhadap Pengeluaran Media Pembawa Dari Suatu Area
Ke Area Lain Di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 18

(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilakukan sebelum media pembawa dimuat ke atas alat angkut yang akan membawanya ke area lain.

(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan di tempat pengeluaran atau di luar tempat pengeluaran di dalam instalasi karantina atau di tempat lain di luar instalasi karantina.

(3) Pelaksanaan tindakan karantina di luar tempat pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan tersendiri.

Pasal 19

Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berupa pelarangan media pembawa dimuat ke atas alat angkut untuk dikeluarkan ke area lain di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 20

Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Kesehatan Tumbuhan.

Bagian Ketiga
Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Media Pembawa Dari Suatu Area
Ke Area Lain Di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 21

(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat dilakukan di atas alat angkut, atau setelah diturunkan dari alat angkut.

(2) Dalam hal media pembawa telah diturunkan dari alat angkut, tindakan karantina dapat dilaksanakan di tempat pemasukan atau di luar tempat pemasukan, di dalam instalasi karantina atau di tempat lain di luar instalasi karantina.

(3) Pelaksanaan tindakan karantina di luar tempat pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan tersendiri.

Pasal 22

(1) Tindakan pemeriksaan di atas alat angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dapat dilakukan, apabila:

a. media pembawa berasal dari area yang tertular wabah;
b. alat angkut media pembawa berasal dari area yang tertular wabah;
c. media pembawa berasal dari atau transit di area yang berisiko tinggi; atau
d. berdasarkan pertimbangan Petugas Karantina Tumbuhan.

(2) Pertimbangan Petugas Karantina Tumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d antara lain berdasarkan pada hasil AROPT.

Pasal 23

Apabila hasil tindakan pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) ternyata:

a. disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari area asal, sah dan benar, dilakukan tindakan pembebasan;

b. disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari area asal tidak benar dan/atau tidak sah, dan dokumen persyaratan sebagai kewajiban tambahan lengkap, sah dan/atau benar, dilakukan tindakan pemeriksaan kesehatan;

c. tidak disertai Sertifikat Kesehatan Tumbuhan dari area asal dan dokumen persyaratan sebagai kewajiban tambahan lengkap, sah dan/atau benar, dilakukan pemeriksaan kesehatan;

d. dokumen persyaratan sebagai kewajiban tambahan tidak lengkap, tidak benar dan/atau tidak sah, dilakukan tindakan penahanan.

Pasal 24

(1) Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dilakukan apabila:

a. pemilik tidak melaporkan media pembawa pada saat tiba di tempat pemasukan;

b. pemilik tidak melaporkan media pembawa berupa kiriman pos 3 (tiga) hari kerja setelah menerima pemberitahuan dari petugas pos; atau

c. kelengkapan dokumen persyaratan sebagai kewajiban tambahan belum dipenuhi.

(2) Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengamankan media pembawa dengan cara penyegelan dan menempatkan di bawah penguasaan dan pengawasan Petugas Karantina Tumbuhan.

(3) Media pembawa yang dikenakan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada pemilik atau kuasanya diberikan waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja untuk memenuhi kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan.

(4) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan belum atau tidak dapat dipenuhi dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 25

Apabila tindakan perlakuan yang dikenakan terhadap media pembawa yang berada di atas alat angkut tidak mungkin dilaksanakan, dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 26

(1) Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) berupa pelarangan media pembawa untuk dimasukan ke dalam suatu area dari area lain di wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) Terhadap media pembawa yang berada di atas alat angkut dan dikenakan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diturunkan dari alat angkut.

(3) Apabila tanpa persetujuan petugas karantina media pembawa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh suatu sebab yang bukan berdasarkan pertimbangan teknis Petugas Karantina Tumbuhan diturunkan dari alat angkut yang membawanya, dilakukan tindakan pemusnahan.

Pasal 27

Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan.

BAB IV
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP MEDIA PEMBAWA YANG BERASAL DARI LUAR NEGERI
UNTUK DI ANTARAREAKAN

Pasal 28

(1) Media pembawa yang berasal dari luar negeri yang telah dikenakan tindakan pembebasan dengan penerbitan Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan di area asal untuk dikirim ke area lain tidak dikenakan tindakan karantina tumbuhan, apabila:

a. diketahui asal-usulnya; dan
b. tidak lebih dari 30 hari sejak tanggal pembebasan.

(2) Sertifikat Pelepasan Karantina Tumbuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan sebagai pemenuhan persyaratan karantina tumbuhan antar area.

BAB V
PUNGUTAN JASA KARANTINA TUMBUHAN

Pasal 29

(1) Pemilik media pembawa atau kuasanya wajib membayar pungutan jasa tindakan karantina.

(2) Pungutan jasa tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus disetor ke kas negara.

(3) Besarnya pungutan jasa tindakan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 30

Media pembawa yang disertai Sertifikat Kesehatan Karantina Tumbuhan dari Area asal tidak dikenakan pungutan jasa karantina kecuali pungutan jasa untuk penerbitan Surat Pelepasan Karantina Tumbuhan di tempat pemasukan.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Dengan ditetapkannya Peraturan ini, maka Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 809/Kpts/LB.710/12/1985 tentang Karantina Tumbuhan Domestik dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

Pasal 32

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Pertanian ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Februari 2009
MENTERI PERTANIAN,

ANTON APRIYANTONO


Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Maret 2009
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

No comments:

Post a Comment

Powered By Blogger